Gaji Mama Berapa? ( Kiriman Bina Riyanto-Kanthong’84)
Seperti biasa Mama tiba di rumah pada pukul 9 malam. Tidak seperti biasanya, Ana, putri pertamanya yang baru duduk di kelas tiga SD membukakan pintu untuknya. Nampaknya ia sudah menunggu cukup lama.
“Kok, belum tidur ?” sapa Mama sambil mencium anaknya. Biasanya Ana memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari.
Sambil membuntuti sang Mama menuju ruang keluarga, Ana menjawab, “Aku nunggu Mama pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji Mama ?”
“Lho tumben, kok nanya gaji Mama ? Mau minta uang lagi, ya ? Ah, enggak. Pengen tahu aja“. ucap Ana singkat.
“Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Mama bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp. 400.000,-. Setiap bulan rata-rata dihitung 22 hari kerja. Jadi, gaji Mama dalam satu bulan berapa, hayo ?”.
Ana berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar sementara Mamanya melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika Mama beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Ana berlari mengikutinya. “Kalo satu hari Mama dibayar Rp. 400.000,- untuk 10 jam, berarti satu jam Mama
digaji Rp. 40.000,- dong” katanya.
“Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, tidur” perintah Mama.
Tetapi Ana tidak beranjak. Sambil menyaksikan Mamanya berganti pakaian, Ana kembali bertanya, “Mama, aku boleh pinjam uang Rp. 5.000,- enggak ?”
“Sudah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini ? Mama capek. Dan mau mandi dulu. Tidurlah”.
“Tapi Mama…”
Kesabaran Mama pun habis. “Mama bilang tidur !” hardiknya mengejutkan Ana. Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya.
Usai mandi, Mama nampak menyesali hardiknya. Ia pun menengok Ana di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Ana didapati sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp. 15.000,- di tangannya.
Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, Mama berkata : “Maafkan Mama, Nak, Mama sayang sama Ana. Tapi buat apa sih minta uang malam-malam begini ? Kalau mau beli mainan, besok kan bisa. Jangankan Rp. 5.000,- lebih dari itu pun Mama kasih” jawab Mama.
“Mama, aku enggak minta uang. Aku hanya pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini”.
“lya, iya, tapi buat apa ?” tanya Mama lembut.
“Aku menunggu Mama dari jam 8. Aku mau ajak Mama main ular tangga. Tiga puluh menit aja. Eyang sering bilang kalo waktu Mama itu sangat berharga. Jadi, aku mau ganti waktu Mama. Aku buka tabunganku, hanya ada Rp. 15.000,- tapi karena Mama bilang satu jam Mama dibayar Rp. 40.000,- maka setengah jam aku harus ganti Rp. 20.000,-. Tapi duit tabunganku kurang Rp. 5.000, makanya aku mau pinjam dari Mama,” kata Ana polos.
Mama pun terdiam. ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat dengan perasaan haru. Dia baru menyadari, ternyata limpahan harta yang dia berikan selama ini, tidak cukup untuk “membeli” kebahagiaan anaknya.
Nice and touchy story……
Semoga kita tidak hanya menggapai keduniawian semata…
Salam….
Wahyu …
Mas Wahyu, sekarang dimana? Ini Mas Wahyu sodarane Bu Endang-kah??
Betul Mas Wahyu (ini Mas Wahyu sodarane Ibu Endang-kah?), kiriman Mas Kanthong sangat menyentuh. Omong2 skrg dimana Mas? Aku neng Bekasi.
Bwt Mas Kanthong, vespa sampeyan kae saiki isih ora? Bisa jadi brg antik lo.
Salam,
Winardi(lulus’85)